[Bagian 1 klik di sini]
Manajer Se Mi protes pada seorang PD karena telah membuat Se Mi menunggu sangat lama untuk mulai syuting. Se Mi telah bangun jam 2 subuh, didandani jam 3 dan tiba di set jam setengah 5 agar bisa standby jam 5 pagi. Sekarang sudah hampir jam 9 dan Se Mi belum juga syuting.
PD beralasan sutradara belum siap untuk syuting. Ia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Manajer Se Mi menuduh mereka melakukan ini pada Se Mi karena Se Mi bukan pemeran utama. Apa mereka akan membiarkan Chun Song Yi menunggu selama ini? Se Mi duduk di mobilnya dengan sedih mendengarkan percakapan itu.
PD berkilah Song Yi tidak ada hubungannya dengan mundurnya waktu syuting. Manajer masih kesal. Ia mengeluh kemarin Se Mi hanya syuting tiga adegan. Adegan pertama pagi hari, adegan kedua sore hari, dan adegan ketiga tengah malam. Hanya tiga adegan namun harus seharian berada di set. Sementara Song Yi syuting 20 adegan dalam 7 jam.
“Ah, kalau begitu jadilah pemeran utama!” bentak PD kesal. “Jika kau tidak suka, mengapa tidak berhenti saja?”
Se Mi segera menenangkan manajernya sebelum PD semakin marah dan keadaan menjadi tidak terkendali. Ia meminta maaf pada PD tersebut dan beralasan manajernya sedang sensitif. PD pergi sambil mengomel.
Manajer Moon (manajer Se Mi) sangat kesal. Se Mi menenangkannya, hal seperti ini sudah biasa terjadi. Manajer Moon bertanya di mana Song Yi yang seharusnya standby di set jam 8. Se Mi teringat sesuatu. Ia berkata Song Yi akan datang terlambat hari ini, bahkan mungkin tidak bisa datang.
“Kenapa?” tanya Manajer Moon.
“Apa manajer tidak melihat di berita?” tanya Se Mi.
Diberitakan di televisi mengenai selebritis yang mendapatken kelonggaran untuk masuk universitas. Terlebih lagi mereka juga diperlakukan sebagai bintang di sekolah. Seorang informan tanpa nama mengatakan bahwa Song Yi telah berbulan-bulan tidak datang kuliah. Karena itu mereka mendatangi universitas tersebut.
Song Yi menonton berita itu bersama Presdir Ahn, asisten dan manajernya.
“Informan tanpa nama? Siapa si brengsek itu?” tanya Song Yi.
“Bukan itu masalahnya sekarang…” ujar Presdir Ahn.
Pembawa berita mewawancarai seorang mahasiswa. Ia bertanya apa pemuda itu akhir-akhir ini melihat Song Yi.
“Aku melihatnya kemarin.”
“Di mana?”
“Di TV. Ia selalu muncul di iklan.”
Pembawa berita bertanya apa pemuda itu melihat Song Yi di sekolah. Pemuda itu tidak pernah melihatnya, bahkan tidak tahu Song Yi sekolah di sana dan mengira Song Yi sudah lulus.
“Bagaimana aku bisa kuliah kalau aku sedang syuting drama?” gerutu Song Yi. “Bukankah ini tidak adil?”
Pembawa berita berkata agensi Song Yi beralasan Song Yi memiliki jadwal yang padat hingga tidak bisa datang kuliah.
“Ketika ia seharusnya sibuk dengan jadwalnya….ternyata ia memiliki waktu cukup untuk menikmati secangkir latte dan mempostingnya,” Pembawa acara menunjukkan foto Song Yi dengan mocha latte. “Ia sama sekali tidak terlihat sibuk. Ia menggunakan status selebritisnya untuk bisa diterima tapi sekarang ia mengabaikan tanggungjawabnya sebagai murid.”
Semua langsung tepok jidat tapi Song Yi malah cuek diberitakan seperti itu.
Presdir Ahn menyuruh Song Yi menjauh dari komentar para netizen untuk sementara waktu. Ia sudah membicarakan jadwal Song Yi dengan sutradara drama. Song Yi akan syuitng hanya di malam hari dan akhir pekan.
“Hari ini…pergilah ke sekolah.”
“Pergi ke sekolah hanya akan membuatku terlihat mengiyakan pemberitaan itu.”
Presdir Ahn berkata tentu saja orang akan menganggap Song Yi mengiyakan berita itu dengan datang ke sekolah setelah pemberitaan itu. Tapi jika Song Yi tidak datang, maka orang-orang akan menganggap Song Yi sama sekali tidak peduli dan bahkan akan dianggap “memberontak”.
Ia menyuruh Song Yi ke sekolah. Song Yi menghela nafas enggan.
Presdir Lee dari Grup S&C menanyakan kembalinya putera bungsunya, Lee Hwi Kyung. Lee Jae Kyung, sang putera tertua, berkata mungkin adiknya sudah tiba saat ini. Presdir Lee mengeluh ia menyuruh putera bungsunya ini untuk belajar tapi Hwi Kyung malah sibuk mengejar wanita.
Ia bertanya mengenai pembalian lahan untuk pembangunan mall. Pemilik lahan tidak bersedia menjual lahannya. Presdir Lee berkata masalah ini harus sudah selesai sebelum rapat pemegang saham.
Jae Kyung diam-diam melihat pesan dari ponselnya. Ia tersenyum (licik?). Ia berkata ia bisa menangani masalah lahan tersebut. Pemilik lahan itu baru saja meninggal dunia. Sepertinya pemilik lahan itu tertidur saat mengemudi hingga menabrak pembatas jalan.
Presdir Lee berkata ia tidak seharusnya senang mendengar kematian orang lain, tapi hal ini memang memudahkan pekerjaan mereka. Masalah lahan itu beres karena anak pemilik lahan membutuhkan uang dan bersedia menjual lahannya. Presdir Lee sangat senang. Ia menyuruh Jae Kyung menelepon adiknya, mereka akan makan malam bersama.
Tapi Hwi Kyung lebih suka bertemu dengan wanita daripada dengan keluarganya. Ia melihat komentar-komentar miring mengenai Song Yi dan ia yakin Song Yi pasti sedang marah. Ia memutuskan untuk pergi menghiburnya.
Ketika Song Yi keluar dari kantor agensi, Hwi Kyung sudah menunggunya.
“Chun Song Yi!” Wah kau bertambah cantik. Kau benar-benar bisa menjadi seorang dewi,” ia maju hendak memeluk Song Yi.
Song Yi mendorong dahi Hwi Kyung dengan jarinya. Ia bertanya kapan Hwo Kyung pulang. Setengah jam lalu, jawab Hwi Kyung. Mereka tidak bertemu selama 6 bulan, apa Song Yi tidak senang melihatnya?
“Aku tidak punya waktu untuk merasa senang melihatmu.”
“Kudengar kau akan pergi ke sekolah. Aku akan mengantarmu. Naiklah.”
Mereka pergi bersama. Song Yi melihat Hwi Kyung sedang dalam mood baik. Hwi Kyung berkata semua yang terjadi ada hikmahnya. Saatnya bagi Song Yi untuk mengurangi jadwal.
“Pergilah ke sekolah dengan teratur lalu lulus. Setelah itu mari kita menikah tahun depan,” kata Hwi Kyung.
“Turunkan aku di depan taksi di sana.”
“Kenapa kau selalu seperti ini? Apa kau tidak akan pernah menikah?” tanya Hwi Kyung.
“Siapa bilang aku tidak akan menikah, suatu saat mungkin.”
“Jika kau menikah, akan lebih baik kau menikah denganku. Dan jika kau menikah denganku, lebih cepat maka lebih baik.”
Song Yi berkata ia akan menikah suatu hari nanti tapi bukan tahun depan. Jika ia menikah maka ia tidak akan mendapat tawaran peran di melodrama. Ia akan mulai ditawari peran ahjumma.
“Tidak, tidak, karena kau cantik, bahkan setelah menikah kau bisa berperan dalam melo, romcom, semuanya. Jika kau tidak mendapat peran, aku akan meminta ayahku membayar biaya produksinya.”
“Aku tidak ingin berperan dalam romcom. Aku ingin melakukan melodrama penuh gairah.”
“Penuh gairah?”
“Iya, kau tidak suka?”
“Apa maksudnya aku tidak suka? Hubungan penuh gairah adalah yang terbaik dalam melodrama. Siapa yang ingin melodrama suam-suam kuku?” kilah Hwi Kyung…tapi tampangnya itu lho, udah ketakutan ;p
“Akan ada adegan kiss dan semacamnya,” ledek Song Yi.
Hwi Kyung melonggarkan kerahnya yang mulai terasa gerah. Ia berkata ia mengerti semuanya. Ia dilahirkan di Amerika jadi ia berpikiran terbuka. Ia bukanlah orang yang tidak bisa membedakan akting dan kenyataan.
“Aku tidak peduli kau mengerti atau tidak. Selama yang akan menjadi suamiku mengerti,” kata Song Yi cuek.
“Tentu saja aku orangnya,” ujar Hwi Kyung percaya diri. Ia sudah mengatakan hal itu ribuan kali sejak mereka SMP. Ia bahkan tidak berbicara dalam bahasa Inggris karena Song Yi sangat membencinya. Dan Song Yi jelas menyadari hal itu.
Mereka tiba di sekolah. Banyak orang berkerumun menantikan kedatangan Song Yi. Song Yi turun dan berjalan dengan gaya diva-nya. Hwi Kyung mengawalnya dengan gaya gentleman.
Di kelas, Song Yi menjadi pusat perhatian. Para pemuda berandai-andai mereka menjadi buku atau bangku Song Yi. Sementara para pemudi bergosip mengenai wajah Song Yi. Mereka yakin Song Yi operasi plastik. Jika mereka juga dioperasi plastik pasti akan lebih cantik dari Song Yi.
“Pergilah dioperasi baru kita bertanding,” gumam Song Yi kesal. Manajernya menenangkan. Mereka ada di sini untuk memberikan kesan baik. Song yi mengeluh kenapa kelasnya belum dimulai juga, agar bisa cepat selesai.
Sang dosen masuk dalam kelas. Siapa lagi kalau bukan dosen alien kita Do Min Joon. Song Yi langsung mengenalinya sebagai pemuda tetangga sebelah. Min Joon juga mengenalinya namun tidak memperlihatkannya. Manajer Song Yi berkata kelas ini kelas sulit dan Song Yi harus mengulang karena mendapat nilai F. Adalah hal bagus Song Yi bertetangga dengan dosen ini.
“Kau tidak melakukan kesalahan padanya, kan ? Kau baru pindah kemarin. Aku yakin tidak ada waktu untuk itu,” kata manajer yakin.
Tapi Song Yi masih ingat kata-katanya pada Min Joon. Waktu mereka di lift, juga semalam.
Min Joon menyampaikan kuliah mengenai lalat hijau. Ketika lalat hijau kawin, lalat betina akan memakan lalat jantan. Lalat jantan ingin kawin tapi tidak mau dimakan. Jadi lalat jantan menemukan cara Ia membawa makanan untuk lalat betina. Lalat betina makan makanan itu ketika mereka kawin. Lalat jantan bisa kawin tanpa berada dalam bahaya. Eros (kawin) tanpa thanatos (kematian).
Lalat jantan lalu semakin pintar dengan membawa makanan dalam kepompong. Akibatnya lalat betina memerlukan waktu lebih banyak untuk membuka kepompong itu dulu sebelum memakan makanannya. Karena cara ini berhasil, lalat jantan membuat kepompong yang tebal tanpa ada isinya. Ketika lalat betina menyadari ia telah ditipu, peristiwa kawin telah selesai.
Lalat betina mulai mengguncang kepompong untuk mengecek ada isinya atau tidak. Tapi lalat jantan semakin pintar dengan membungkus kotorannya dalam kepompong itu. Karena berat makanan sama dengan berat kotoran.
Hehe…kuliah yang menarik dengan dosen yang menarik^^ Tapi tidak begitu bagi Song Yi. Ia berkali-kali hampir tertidur. Dan tentu saja itu tidak lepas dari pengamatan sang dosen.
Selesai kuliah, manajer Song Yi menutup pintu kelas agar Song Yi bisa berbicara dengan Min Joon.
Song Yi menghampiri Min Joon dengan gaya SKSD, sok kenal sok dekat. Ia berkata ia senang melihat Min Joon lagi.
“Senang melihatku?”
“Tentu saja, ah..apa karena semalam? Apa kau terkejut? Aku juga. Kadang-kadang aku mengalami bipolar (emosi berubah-ubah mendadak), dan semalam sepertinya kambuh,” Song Yi beralasan.
Min Joon bertanya apa yang Song Yi inginkan. Song Yi menyinggung tugas essay yang diberikan Min Joon. Ia merasa tugas itu terlalu banyak. Apa Min Joon tahu kenapa Asia bersatu? Ia merasa itu karena budaya Hallyu. Kebudayaan yang mempersatukan mereka. Dan ia ada di tengahnya….
Melihat Min Joon tidak menunjukkan ekspresi apapun, Song Yi memutuskan bicara terus terang. Ia berceloteh bahwa ia sangat sibuk karena harus syuting drama, juga ada insiden berita kemakin. Ia terpaksa datang ke sekolah tapi tugas itu terlalu banyak baginya.
Min Joon beranjak pergi.
“Karena itu tolong aku! Bantu aku. Aku tahu aku tidak memberikan kesan baik, tapi ini takdir. Aku pindah, kau jadi tetanggaku. Aku datang ke sekolah, aku adalah guruku. Kau tidak pernah tahu takdir. Jika kau membantuku sekali ini saja, aku pasti akan membalasnya suatu saat nanti. Bukankah hidup memang seperti itu?” tanya Song Yi dengan wajah memohon.
Min Joon menatap Song Yi. Lalu berjalan mendekatinya hingga Song Yi tanpa sadar berjalan mundur.
“Orang tidak hidup seperti itu. Jika aku membantumu satu kali, akan ada yang kedua, ketiga kalinya. Kau akan terus meminta tolong. Begitulah manusia. Dan suatu saat akan membalasku, hal itu tidak akan terjadi. Karena hidup terlalu singkat bagi seseorang untuk menjadi dewasa,” kata Min Joon. Lalu ia pergi,
Song Yi kesal karena Min Joon berbicara banmal (tidak formal) dengannya, padahal sudah jelas terlihat Min Joon lebih muda darinya.
Min Joon pergi menemui Pengacara Jang dan bermain baduk bersama. Pengacara Jang tertawa karena Min Joon tidak mengenali Song Yi. Ia saja tahu siapa Song Yi. Min Joon berkata ia tidak tahu selebritis akhir-akhir ini. Sekarang ini selebritis tidak jelas, hanya bisa membuat keributan. Pengacara Jang setuju, para penyanyi dan drama jaman dulu lebih bagus.
Min Joon menanyakan kantor pengacara baru yang didirikan Pengacara Jang. Ia berkata ia membutuhkan bantuang Pengacara Jang untuk membuat surat kematiannya. Pengacara Jang kaget. Biasanya Min Joon membuat surat kematian 10 tahun sekali, tapi sekarang baru 2 tahun.
“Kurasa ini akan menjadi yang terakhir. Tiga bulan lagi, aku akan kembali ke tempat asalku. Terima kasih untuk semuanya.”
“Ini terlalu mendadak,” kata Pengacara Jang tanpa menyembunyikan kesedihannya.
“Kau satu-satunya temanku, Pengacara Jang,” kata Min Joon sungguh-sungguh. Tapi itu tidak mengurangi kesedihan Pengacara Jang.
Hwi Kyung makan malam bersama Song Yi dan Se Mi. Se Mi bertanya apakah kali ini Hwi Kyung akan menetap. Hwi Kyung berkata ia tidak bisa konsentrasi belajar di luar negeri. Kepergiannya hanya akan sia-sia.
“Benar, sudah waktunya bagimu untuk mulai memikirkan negara,” ujar Song Yi.
Wajah Hwi Kyung berubah serius. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dan menaruhnya di meja.
“Se Mi…” panggilnya. Se Mi untuk sesaat terlihat penuh harap. Hwi Kyung meminta Se Mi menjadi saksi karena ia akan melamar. Lalu ia menyodorkan kotak itu pada Song Yi dan membukanya. Di dalamnya ada sebuah cincin.
“Apakah 15 tahun waktu yang cukup lama untuk menunggu?” tanyanya.
Song Yi menatap Hwi Kyung.
Pengacara Jang mengeluarkan sebuah foto tua. Ia bertanya apa Min Joon ingat foto itu. Itu adalah satu-satunya foto yang ia miliki karena Min Joon benci difoto. Ia berkata Min Joon masih tetap sama seperti 30 tahun lalu, muda dan tampan. Sementara ia sendiri yang menua.
Min Joon berkata itulah sebabnya ia tidak suka berteman. Manusia menua dengan cepat lalu mati. Hanya ia yang tinggal sendirian, tidak menua sama sekali. Ia berharap Pengacara Jang berumur panjang meski ia telah pergi.
Pengacara Jang berkata ada satu hal yang masih membuatnya penasaran. Ketika Min Joon pertama kali datang ke bumi, kenapa Min Joon tidak bisa langsung kembali ke tempat asalnya?
“Ada sebuah kecelakaan. Karena kecelakaan itu, aku tidak bisa kembali. Dan seorang anak harus mati.”
“Anak apa?”
“Seorang anak yang memberiku hadiah untuk pertama kalinya.”
Kilas balik ke jaman Joseon:
Min Joon mengenakan hambok. Nona yang ditolongnya memberinya sebuah lukisan. Lukisan itu menggambarkan piring terbang melayang di langit. Nona itu berkata Min Joon datang mengendarai benda itu, seperti bulan. Ia bertanya apakah Min Joon semacam malaikat maut. Min Joon hanya tersenyum.
Min Joon berkata kemudian terjadi suatu hal yang aneh. Pada malam Natal dua belas tahun lalu, Min Joon yang sedang bekerja sebagai dokter merasakan sebuah firasat bahwa seorang gadis akan ditabrak sebuah truk. Itu adalah pertama kalinya ia merasakan firasat semacam itu.
“Ia memiliki wajah yang sama dengan gadis 400 tahun lalu?” tanya Pengacara Jang.
“Ya.”
Pengacara Jang bertanya apakah Min Joon pergi ke tempat yang dilihatnya dalam firasat itu. Min Joon terdiam.
Song Yi menatap cincin di kotak lalu menatap Hwi Kyung. Ia berkata Hwi Kyung membawakan cincin untuknya pada malam Natal saat mereka SMP.
“Ya, tapi kau tidak menerimanya.”
“Aku juga tidak akan menerimanya hari ini. Maafkan aku.”
Song Yi menyodorkan kotak itu pada Hwi Kyung. Walau merasa terluka, Hwi Kyung menutupinya dengan berkata ini bukan pertama kalinya ia ditolak. Jadi rasanya tidak sakit lagi. Tapi ia ingin tahu alasannya. Kenapa Song Yi tidak menerimanya? Kenapa ia tidak bisa menjadi orang yang menikahi Song Yi?
“Apa kau tidak ingat wajah orang itu?” tanya Song Yi.
“Siapa?”
Kilas balik pada malam Natal 12 tahun lalu:
Hwi Kyung membawa buket bunga dan kotak cincin di tangan. Ia hendak mengetuk pintu rumah Song Yi ketika tiba-tiba pintu terbuka. Hwi Kyung dengan polos mengucapkan selamat Natal. Song Yi tampaknya sedang marah dan ia bertambah marah melihat Hwi Kyung.
“Mengapa kau datang lagi?!. Pergi!!” Lalu Song Yi berlari keluar dari rumah. Jelas ia marah bukan karena kedatangan Hwi Kyung, ada penyebab lain sebelumnya. Hmmm…mungkin perceraian orangtuanya?
Hwi Kyung mengejarnya sambil terus berteriak memanggilnya. Song Yi tidak menyadari ada sebuah truk yang akan melintas. Ia terus berlari, hingga tiba-tiba truk ada di hadapannya.
Hwi Kyung berteriak. Tapi terlambat, pengemudi truk tidak ada waktu untuk menghindar. Demikian juga Song Yi. Hwi Kyung memalingkan wajahnya, tidak berani melihat.
Truk berhenti. Tidak ada suara. Hwi Kyung berlari ke depan truk. Tapi Song Yi tidak ada. Pengemudi truk melihat ke bawah truk, tidak ada juga.
Di mana Song Yi? Hwi Kyung melihat Song Yi selamat di seberang jalan dalam gendongan seorang pria.
Hwi Kyung berkata ia tidak melihat pria itu dengan jelas malam itu. Meskipun ia lihat, ia juga tidak akan ingat. Song Yi berkata ia melihat pria itu namun ia juga tidak ingat wajahnya. Hwi Kyung bertanya kenapa Song Yi begitu peduli.
“Song Yi bilang ia adalah cinta pertamanya,” kata Se Mi.
“Hei, apa ia bicara dan bersama pria itu selama beberapa jam? Hanya beberapa detik. Bagaimana bisa pria yang bahkan wajahnya tidak ia ingat bisa menjadi cinta pertamanya,” gerutu Hwi Kyung. Se Mi jadi kesal dimarahi.
Song Yi berkata agak berlebihan menyebutnya cinta pertamanya. Ia hanya ingin bertemu lagi dengan pria itu untuk berterima kasih dan menanyakan mengapa ia menyelamatkannya. Hanya itu.
Min Joon bercerita pada Pengacara Jang bahwa malam itu ia pergi ke tempat yang ada dalam firasatnya. Dan ia melihat kejadian yang persis seperti dalam firasatnya. Ketika truk itu hampir menabrak Song Yi, Min Joon menghentikan waktu.
Dengan secepat kilat ia meraih Song Yi dan membawanya ke seberang, lalu menjalankan waktu kembali. Song Yi waktu itu menatapnya dengan heran.
“Ahjusshi, siapa kau?” tanyanya. “Apa kau hantu? Atau kau semacam malaikat maut?”
“Apakah malam itu hanya mimpi? Dua orang yang begitu mirip, bisakah aku tahu siapa dia? Jika itu bukan mimpi, aku ingin melihatnya sekali lagi sebelum aku pergi. Itu mungkin tidak akan terjadi.”
Epilog episode 1:
Tiga dosen sedang duduk makan siang di sebuah kafe ketika mereka melihat Min Joon lewat dengan sepedanya. Mereka menyapanya tapi Min Joon pura-pura tidak melihat dan mendengar mereka.
Ketiganya menganggap Min Joon sombong karena tinggal di wilayah Gangnam dan menjadi doktor di usia muda. Memangnya siapa yang peduli jika ia jenius dan lulusan Harvard jika tidak bisa bersosialisasi? Pasti karena ia tidak pernah ikut wamil. Wamil adalah obat terbaik untuk orang tidak sopan seperti Min Joon. Dua tahun ikut wamil dan Min Joon pasti akan sadar. Semua pria seperti itu.
Min Joon awalnya tidak mempedulikan omongan mereka tentang dirinya (ia mendengar jelas ocehan mereka karena telinga supernya). Tapi begitu kata “wamil” disebut, ia langsung berhenti dan menghela nafas kesal.
“Apa kau pernah melihat orang yang ikut perang sejak jaman Qing? Ketika itu kami mengenakan hadori, bukan rompi anti peluru. Kami mengenakan 9 lapis pakaian untuk melindungi diri dari peluru.
Kupikir aku akan bebas setelah kemerdekaan Korea. Tapi terjadi perang saudara dan negara terbagi 2. Aku telah mengikuti semua kesatuan di ketentaraan: angkatan darat, laut, dan udara. Aku mengubah identitasku tiap 10 tahun dan harus mendaftar setiap kalinya.
Orang terus membicarakan Psy pergi wamil dua kali. Sejak jaman Joseon aku sudah 24 kali mengikuti wamil. Selama 400 tahun di bumi, aku menghabiskan waktu di militer saja selama 49 tahun dan 7 bulan. Bisakah kau percaya itu?”
[Bersambung ke Episode 2]
Terima kasih atas kunjungannya ^^